Menggunakan minyak goreng sebagai pengganti oli mesin kendaraan bermotor adalah praktik yang sangat tidak direkomendasikan dan berpotensi merusak mesin dalam jangka panjang. Oli mesin dirancang untuk mempertahankan kekentalan (viskositas) pada suhu tinggi dan rendah, sedangkan minyak goreng akan mengental saat dingin dan menjadi encer saat panas, sehingga tidak mampu melumasi dengan konsisten. Minyak goreng cepat teroksidasi dan membentuk kerak (sludge) ketika dipanaskan berulang, sementara oli mesin mengandung aditif antioksidan untuk mencegah hal ini.
Oli mesin memiliki detergen, dispersan, anti-wear (seperti ZDDP), dan anti-korosi yang tidak dimiliki minyak goreng.
Minyak goreng tidak memiliki sifat pelumasan yang cukup untuk logam-logam mesin, sehingga komponen seperti piston, bearing, atau silinder akan lebih cepat aus. Polimerisasi minyak goreng saat panas akan menghasilkan endapan karbon yang menyumbat saluran oli dan saringan.
Asam lemak dalam minyak goreng dapat bereaksi dengan logam mesin, terutama dalam kondisi lembab. Reaksi antara asam lemak dalam minyak goreng dan logam mesin (terutama dalam kondisi lembab) dapat memicu korosi dan degradasi logam melalui beberapa mekanisme kimia dan elektrokimia.
Minyak goreng mengandung trigliserida (ester dari gliserol dan asam lemak). Dalam kondisi suhu tinggi dan kelembaban, trigliserida dapat terhidrolisis, melepaskan asam lemak bebas (misalnya asam oleat, asam linoleat, atau asam palmitat). Asam lemak bebas ini bersifat korosif, terutama terhadap logam-logam seperti besi (Fe), aluminium (Al), atau tembaga (Cu) yang ada di dalam mesin.
Asam lemak bereaksi dengan ion logam (misalnya Fe²⁺ atau Al³⁺) membentuk metal sabun (soap) yang bersifat lengket dan tidak protektif. Dampaknya lapisan sabun logam menempel di permukaan logam, mengurangi efektivitas pelumasan. Gas hidrogen (H₂) yang terbentuk dapat mempercepat korosi lebih lanjut.
Dalam kondisi lembab dan panas, asam lemak dapat teroksidasi membentuk asam organik rantai pendek (seperti asam format atau asetat) yang lebih korosif. Peroksida dan aldehida yang bersifat agresif terhadap logam. Reaksi ini dipercepat oleh katalis seperti ion tembaga (Cu) atau besi (Fe) dari komponen mesin.
Air (kelembaban) memicu sel elektrokimia pada permukaan logam. Area basah bertindak sebagai anode, di mana logam teroksidasi dan area kering bertindak sebagai katode, di mana oksigen tereduksi. Asam lemak memperparah proses ini karena menjadi elektrolit yang menghantarkan arus ion mengikat ion logam (Fe²⁺), menggeser kesetimbangan reaksi ke arah korosi.
Dampak pada Komponen Mesin seperti bearing dan bushes biasanya berupa logam lunak seperti tembaga atau paduan aluminium rentan terhadap serangan asam. Silinder dan piston dipengaruhi oleh lapisan sabun logam mengurangi daya rekat oli, mempercepat keausan. Saluran oli tersumbat oleh endapan sabun logam.
Oleh karena itu, minyak goreng tidak cocok sebagai pelumas mesin, bahkan dalam kondisi darurat sekalipun. Gunakan oli mesin yang memenuhi standar API/ACEA/JASO untuk mencegah kerusakan serius.
Jika ingin alternatif ramah lingkungan, pilihlah bio-based lubricant yang sudah diformulasi khusus (misalnya oli berbasis ester tanaman yang telah dimodifikasi).
Beberapa Studi Eksperimental (misalnya dari universitas atau lembaga riset) pernah menguji minyak nabati sebagai _base oil_, tetapi dengan modifikasi kimia (contoh: transesterifikasi untuk jadi bio-lubricant) dan penambahan aditif. Tanpa proses ini, minyak goreng murni tidak memenuhi standar pelumasan mesin. Standar Pelumasan Internasional (seperti API, JASO, atau ACEA) sama sekali tidak mencakup minyak goreng sebagai oli mesin yang valid.
Beberapa orang mencoba mencampur minyak goreng dengan oli mesin untuk mengurangi biaya, tetapi ini tetap berisiko. Campuran tidak homogen dan bisa memisah saat suhu berubah. Aditif dalam oli akan diencerkan, mengurangi efektivitasnya yang berpotensi menyebabkan sludge dan penyumbatan.
Eksplorasi konten lain dari Jhoni Arifin Tarigan
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.